twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

15 Mei 2011

DAMPAK GLOBAL WARMING

Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia.

Pemanasan global telah mengacaukan musim hujan dan musim kemarau. Para petani kini sulit menentukan jenis varietas dan kalender tanam, lantaran iklim sulit diduga. Di berbagai wilayah Indonesia kekeringan dan banjir menggagalkan produksi pangan. Sawah banyak puso atau gagal panen lantaran kemarau panjang dan banjir. Para petani mestinya tidak begitu saja pasrah. Di sejumlah kabupaten/kota, berbagai kelompok petani kini aktif mengikuti sekolah lapangan iklim. Mereka berharap bisa lebih mudah dan pasti dalam menetapkan varietas serta kalender tanam, sesuai gejala-gejala iklim yang dipelajari.

Menurut perkiraan, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu bumi rata-rata 1-5°C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5°C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat. Mekanisme terjadinya efek rumah kaca adalah sebagai berikut (gambar 1). Bumi secara konstan menerima energi, kebanyakan dari sinar matahari tetapi sebagian juga diperoleh dari bumi itu sendiri, yakni melalui energi yang dibebaskan dari proses radioaktif (Holum, 1998:237). Sinar tampak dan sinar ultraviolet yang dipancarkan dari matahari. Radiasi sinar tersebut sebagian dipantulkan oleh atmosfer dan sebagian sampai di permukaan bumi. Di permukaan bumi sebagian radiasi sinar tersebut ada yang dipantulkan dan ada yang diserap oleh permukaan bumi dan menghangatkannya.

Cuaca

Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.

Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya Matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan menurunkan proses pemanasan. Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.

Tinggi muka laut (Kenaikan permukaan air laut)

Perubahan tinggi rata-rata muka laut diukur dari daerah dengan lingkungan yang stabil secara geologi.

Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greeland, yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm (4 - 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm (4 - 35 inchi) pada abad ke-21.

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5 persen daerah Banglades, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.

Bahkan sedikit kenaikan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20 inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawa-rawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dari Florida Everglades.

Pertanian

Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.

Panen padi kosong

Menanam varietas Talimas itu gagal panen di sini karena gabuk selap. Kena angin bugang. Kalau dihitung rata-rata kerugian petani untuk satu hektar mencapai satu juta lebih.

Bencana yang dialami petani Indramayu, oleh pemerintah daerah dianggap dampak meningkatnya suhu bumi, alias pemanasan global. Meningkatnya suhu bumi membuat iklim terus berubah, jadi sulit diraba. Asap Fahmi, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Indramayu Jawa Barat.

Kalau pasang air laut ke atas. Hujan tinggi banjir. Kalau kekeringan jelas kita daerah hulu sehingga tidak punya sumber air sendiri. Sehingga air dari Garut dan Sumedang. Tentunya kalau dilihat secara global ada kaitannya dengan perubahan iklim. Sering terjadi keterlambatan tanam. Ini pertanda telah terasa dampak pemanasan global.

Musim yang kacau

Dampak perubahan iklim pada sektor pertanian juga dibenarkan pakar iklim pertanian Institut Pertanian Bogor IPB Rizaldo Boer. Perubahan iklim, kata dia, merupakan stabilisasi pemanasan global yang memicu anomali iklim. Sederhananya, iklim menyimpang dari biasanya. Penyimpangan iklim ini terus meningkat, baik seringnya, gawatnya, mau pun lamanya.

Menurut Gatot Irianto, Direktur Pengelolaan Air pada Departemen Pertanian, dampak perubahan iklim terhadap pertanian sebenarnya tidak langsung. Biasanya diawali dengan musim yang kacau serta munculnya bencana banjir dan kekeringan.

Hasil studi kita dalam intensitas anomali kuat. Maka kehilangan masa tanam bisa mencapai lima dasarian. Itu terjadi musim kemarau maju lebih cepat tiga puluh hari dan musim hujan mundur 20 hari. Ini di Subang yang merupakan sentra produksi pangan. Tapi kalau anomalinya sedang ini mundurnya cuma 20 hari. Bandingkan kalau tidak mengalami anomali, masa tanamnya ada tambahan 50 hari atau setengah siklus dari tanaman padi.

Kalender tanam

Iklim yang sulit diperhitungkan menyebabkan petani sulit menyusun kalender tanam. Jadi kalau musim kemarau, lahan pertanian kekeringan. Sedang kalau musim hujan, kata Asap, yang dialami cuma banjir. Petani jelas rugi.

Karena ramalan iklim susah ditebak. Kita kecolongan terus di lapangan. Yang saya mampu adalah menyiasati bagaimana sebelum kekeringan, panen sudah selesai. Ternyata perkiraan meleset. Kayak sekarang, sekarang kita perkirakan tanam Oktober, tapi sekarang belum menanam. Apa ada prediksi kalau Januari tidak banjir. Susah kan?

Sukar ditentukan kapan persisnya dampak perubahan iklim terjadi. Ada pakar yang berpendapat perubahan iklim sudah terjadi pada tahun 1970an, tapi ada juga yang bilang baru tahun 1997. Pemerintah sendiri mengakui dampak perubahan iklim untuk sektor pertanian di Indonesia baru diawasi 1997. Gatot Irianto, Direktur Pengelolaan Air Departemen Pertanian.

Hewan dan tumbuhan

Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub mungkin juga akan musnah.

Kesehatan manusia

Di dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelumnya terlalu dingin bagi mereka. Saat ini, 45 persen penduduk dunia tinggal di daerah di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit malaria; persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen jika temperature meningkat. Penyakit-penyakit tropis lainnya juga dapat menyebar seperti malaria, seperti demam dengue, demam kunng, dan encephallitis. Para ilmuan juga memprediksi meningkatnya insiden alergi dan penyakit pernafasan karena udara yang lebih hangat akan memperbanyak polutan, spora mold dan serbuk sari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar